Friday, November 2, 2007

Dear Ibuku Sayang...

Pagi itu matahari sudah beranjak tinggi. Dan Ibu begitu anggun menjumpai saya di depan pintu. Gegas saya rengkuh punggung tangannya, menciumnya lama.Ternyata rindu padanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ibu juga mendaratkan kecupan sayang di ubun-ubun ini, lama. "Alhamdulillah, kamu sudah pulang"itu ucapannya kemudian. Begitu masuk ke dalam rumah, saya mendapati ruangan yang sungguh bersih. Sudah lama tidak pulang.

Menjelang sore
"Nak tolong angkatin panci, airnya sudah mendidih" gegas saya angkat pancinya.
"Eh, tolongin bawa ember ini ke depan, Ibu mau menyiram". Sebuah ember putih ukuran sedang telah terisi air, juga setengahnya. Saya memindahkannya kehalaman depan dengan mudahnya. Saya pandangi bunga-bunga peliharaan Ibu.Subur dan terawat. Dari dulu Ibu suka sekali menanam bunga."Nak, Ibu baru saja mencuci, peras dulu, abis itu jemur yah" pinta Ibu.
"Eh, bantuin Ibu potongin daging ayam" sekilas saya memandang Ibu yang tengah bersusah payah memasak. Tumben Ibu begitu banyak meminta bantuan, biasanya beliau anteng dan cekatan dalam segala hal.

ketika saya menemaninya tilawah selepas maghrib. Tangan Ibu gemetar memegang penunjuk menelusuri tiap huruf al-qur'an. Dan mata ini memandang lekat pada jemarinya. Tangan itu terus bergetar. Saya berpaling, menyembunyikan bening kristal yang tiba-tiba muncul di kelopak mata. kesedihan itu muncul seketika entahlah saya tiba2 merasa sangat rindu pada ibu "Dingin" bisik saya, sambil beringsut membenamkan kepala di pangkuannya.Ibu masih terus tilawah, sedang tangan kirinya membelai kepala saya.Saya memeluknya, merengkuh banyak kehangatan yang dilimpahkannya tak berhingga.
Adzan isya berkumandang,Ibu berdiri di samping saya, bersiap menjadi imam. Tak lama suaranya memenuhi udara mushala kecil rumah. Usai shalat, saya menunggunya membaca wirid, dan seperti tadi saya pandangi lagi tangannya yang terus bergetar. "Duh Allah, sayangi Mama"spontan saya memohon. "Nak." suara ibu membuyarkan lamunan itu, kini tangannya terangsur di depan saya, kebiasaan saat selesai shalat, saya rengkuh tangan berkah itu dan menciumnya."Tangan ibu kenapa?" tanya saya pelan. Ibu hanya tersenyum maniss sekali.

Udara semakin dingin. Bintang-bintang di langit kian gemerlap berlatarkan langit biru tak berpenyangga. Saya memandangnya dari teras depan rumah. Ada bulan yang sudah memerah sejak tadi. Malam perlahan beranjak jauh. Dalam hening itu, saya membayangkan senyuman manis Ibu sehabis shalat isya tadi.Apa maksudnya? Dan mengapakah, saya seperti melayang. Telah banyak hal yang dipersembahkan tangannya untuk saya. Tangan yang tak pernah mencubit, sejengkel apapun perasaannya menghadapi kenakalan saya. Tangan yang selalu berangsur ke kepala dan membetulkan rambut ketika saya tergesa pergi sekolah. Tangan yang selalu dan selalu mengelus lembut ketika saya mencari kekuatan di pangkuannya saat hati saya bergemuruh.Tangan yang menengadah ketika memohon kepada Allah untuk setiap ujian yang saya jalani. Tangan yang pernah membuat bunga dari pita-pita berwarna dan menyimpannya di meja belajar saya ketika saya masih kecil yang katanya biar saya lebih semangat belajar.Sewaktu saya harus tinggal jauh darinya ,pesannya selalu saja datang. Dalam pesannya, selalu Ibu menyisipkan puisi. Ada sebuah puisinya yang saya sukai. Ibu memang suka menyanjung :

Kau adalah gemerlap bintang di langit malam Bukan!, kau lebih dari itu
Kau adalah pendar rembulan di angkasa sana, Bukan!, kau lebih dari itu,
kau adalah benderang matahari di tiap waktu, Bukan!, kau lebih dari itu
Kau adalah Sinopsis semesta Itu saja.

Tangan ibunda adalah perpanjangan tangan Tuhan. Itu yang saya baca dari sebuah buku. Jika saya renungkan, memang demikian. Tangan seorang ibunda adalah perwujudan banyak hal : Kasih sayang, kesabaran, cinta,ketulusan..Pernahkah ia pamrih setelah tangannya menyajikan masakan di meja makan untuk sarapan? Pernahkan Ia meminta upah dari tengadah jemari ketika mendoakan anaknya agar diberi Allah banyak kemudahan dalam menapaki hidup?Pernahkah Ia menagih uang atas jerih payah tangannya membereskan tempat tidur kita? Pernahkah ia mengungkap balasan atas semua persembahan tangannya?.. Pernahkah. .?

Ketika akan meninggalkannya untuk kembali, saya masih merajuknya "Bu, kembalilah ke rumah,". "Ah, Ada ayah di sini dia. Dia menjaga Ibu dengan baik di sini. Kamu yang seharusnya sering datang, Ibu akan lebih senang" Jawabannya ringan.Tak ada air mata seperti saat-saat dulu melepas saya pergi. Ibu tampak lebih pasrah, menyerahkan semua kepada kehendak Allah. Sebelum pergi, saya merengkuh kembali punggung tangannya, selagi sempat , saya reguk seluruh keikhlasan yang pernah dipersembahkannya untuk saya. Selagi sisa waktu yang saya punya masih ada, tangannya saya ciumi sepenuh takzim.Saya takut, sungguh takut, tak dapati lagi kesempatan meraih tangannya,meletakannya di kening. Entahlah kepulanganku kali ini terasa lain

Dan ternyata semua pertanyaan dan keheranan saya terjawab sudah. Semuanya sudah berakhir. Perjalanan hidup ibu sudah ditutup hanya kenangan2 itu yang tinggal.

Ibuku sayang....
Aku tau dari sana kau juga membaca tulisan ini dan menemukan apa yang tidak tersurat sebagaimana cerita2 lalu yang aku keluhkan padamu disetiap kepulanganku. Aku berharap bisa menemukan wajahmu disetiap ruang dalam mimpiku.

ibuku sayang...
Terimakasih atas segala cinta yang telah ibu berikan padaku selama ini. tak perlu khawatir semua cukup, kalaupun yang ibu maksud adalah kebahagiaan saya bahagia kok teramat sangat bahagia. Saya senang dengan hidupku selama ini aku menemukan cinta itu darimu Ibu.
Semua tak akan sama sejak kepergiannmu tapi saya akan baik2 saja sebaik istirahatmu di sana.
I LOVE YOU MOM...

No comments: